SAHAL Muhammad AR, 30, masih mengingat dengan jelas detik-detik banjir bandang menerjang Desa Kampung Dalam, Kecamatan Karang Baru, Aceh Tamiang, Aceh pada Rabu (26/11). Ia mengungkapkan hujan deras telah mengguyur sejak sehari sebelumnya.
Hujan berubah menjadi badai sejak Rabu dini hari itu dan berlanjut seharian. Malamnya, sekitar pukul 21.00 WIB, air mulai memasuki desa. Sahal yang bertugas sebagai Penyuluh Agama Islam di kecamatan tetangga, mengungkapkan bahwa desa tempat tinggal pamannya itu belum pernah terendam banjir.
Setelah itu, suasana berubah mencekam dengan cepat. Air naik sebatas betis orang dewasa, sekitar 70 cm, dengan arus yang cukup deras, menunjukkan banjir datang dari luapan sungai berawal di kawasan hulu pegunungan.
Sekitar pukul 21.47 Wib, derasnya air bah itu mulai masuki ke dalam rumah. Beruntung rumah pamannya berlantai dua, namun karena terburu-buru naik, mereka sekeluarga tidak sempat membawa banyak barang, termasuk makanan.
Malam itu pula pohon bertumbangan dan listrik padam. Ketinggian air terus meningkat drastis dan telah mencapai 1,5 meter pada Kamis (27/11) pagi. Di hari kedua banjir Sumatra itu, meski air terus naik, Sahal dan keluarga pamannya memberanikan diri turun ke lantai dasar guna mengambil bahan pokok dan gas elpiji.
Siang hari, banjir belum juga mereda dan sinyal ponsel telah mati. Air naik beserta gelombang besar hingga merubuhkan dan menghanyutkan rumah-rumah kayu di sekitarnya.
Sahal mengungkapkan situasi yang makin mencekam membuat Lembaga Pemasyarakatan (LP) yang berada tidak jauh, melepas para narapidana. Warga binaan itu pun harus mencari tempat menyelamatkan diri dengan ketinggian air yang sudah mencapai leher.
"Sayangnya banyak warga sekitar menolak kehadiran mereka mencari perlindungan di rumah-rumah berlantai 2. Warga tidak sudi karena statusnya sebagai narapidana" tutur Sahal saat mengisahkan kepada Media Indonesia, Jumat (5/12).
Beberapa toko yang memiliki lantai dua kemudian berbaik hati menampung para narapidana itu. Sahal mengungkapkan hampir semua rumah dan bangunan berlantai dua di desa itu penuh. Lantai dua rumah pamannya yang berukuran 3x3 meter juga sudah menampung 7 orang (termasuk 1 balita). Tetangga mereka ada yang menampung hingga 30 orang.
Setelahnya, dengan arus yang makin kencang, semakin banyak bangunan yang roboh, termasuk gerai Alfamart di depan rumah tinggal. Sebagian remaja nekat menceburkan diri ke banjir demi meraih makanan yang hanyut, karena sudah begitu laparnya.
Namun menjelang Asar, arus banjir yang semakin ganas membuat tidak ada lagi orang yang nekat mempertaruhkan nyawa. Mereka pun tidak dapat berbuat apa-apa dan hanya bisa berteriak histeris, ketika ada dua orang, termasuk balita, hanyut.
Warga, dikatakan Sahal, telah menghubungi tim SAR, tapi tidak ada yang berani menolong. Mereka hanya disarankan evakuasi mandiri dan bertahan di lantai 2. Lain lagi dengan pihak BPBD, mereka tidak ada jawaban.
Kumandangkan Azan
Saat hari semakin beranjak malam, kengerian juga memuncak di dalam rumah karena tinggal tersisa tiga anak tangga, sebelum banjir mencapai lantai dua. Saat itu di tengah kepasrahan, Sahal terdorong untuk mengumandangkan azan dengan suara sangat keras. Ia mencoba melampaui kerasnya suara gemuruh gelombang arus banjir.
"Saya berharap suara ini terdengar ke orang lain. Lalu bisa memberikan harapan dan pesan kepada mereka bahwa sebagai seorang muslim yang memiliki tauhid, masih punya penolong. Kami memanjatkan doa kepada-Nya, berserah diri kepada-Nya, bertobat di detik-detik terakhir, dan menyesali segala dosa. Agar saat kami semua hanyut pun, kami mati dalam husnul khatimah dan meninggalkan dunia dengan kepala tegap menghadap Allah" kenang Sahal yang juga aktivis Dewan Dakwah Indonesia itu.
Setelah Isya, mereka sekeluarga telah menyiapkan terpal untuk naik ke atap. Di saat paman dan bibinya telah naik, Sahal yang teringat bahwa itu adalah malam Jumat, yang merupakan waktu doa-doa dijabah Allah SWT. Sahal memilih terus berdoa di lantai dua.
Sembari menangis teringat istri dan anaknya yang berusia satu tahun yang tinggal di Aceh Besar bersama mertua, ia memasrahkan hidupnya. "Ya Allah, kami semua pendosa, semua membangkang kepada-Mu, namun setidaknya ada orang saleh dan ikhlas beribadah kepada-Mu. Mohon selamatkanlah kami karena mereka. Ya Allah, di antara kami ada anak kecil, balita, bayi di atas loteng rumah orang, mereka belum berbuat dosa sama sekali kepada-Mu, selamatkanlah kami karena mereka, Ya Allah,” doanya.
Sahal pun menyempatkan diri salat 2 rakaat sebagai persembahan ibadah terakhir, bersiap itu akhir nasibnya. Namun malam itu hingga subuh, ia merasa doa-doa mereka dijawab. Air tidak naik menyentuh lantai dua.
Meski sedikit lega, tantangan baru hadir karena air minum sudah kritis sementara bayi-bayi mulai kelaparan. Air yang masih setinggi 5 meter dan berarus kencang memaksa orang-orang menimba air banjir untuk diminum.
Narapidana Menjadi Malaikat
Beruntung mereka mendapat lemparan makanan dari beberapa bangunan sekitar. Hati Sahal pun terenyuh mengetahui bahwa orang-orang yang melemparkan makanan itu justru para narapidana.
“Sangat mengejutkan saya yaitu, mereka yang mengumpulkan dan melempar makanan serta minuman ke rumah kami adalah para narapidana yang sebelumnya menumpang masuk dan menginap bersama penjaga rumah toko" kenang putra sulung dari Doktor Teungku Muhammad, Dosen Senior UIN AR-Raniry, Banda Aceh itu.
Para narapidana itu juga terus melemparkan makanan agar warga kemudian dapat melemparkan ke rumah orang lainnya lagi. Bagi Sahal, para narapidana itu menunjukkan ketulusan hati yang sesungguhnya.
Mereka lebih layak diberikan bintang penghargaan pahlawan daripada pejabat-pejabat hari ini. Mereka lebih manusiawi, lebih simpati, dan lebih bisa diandalkan daripada tim SAR, aparat, dan pejabat negeri ini.
Banjir akhirnya baru surut pada Minggu (30/11) dan orang-orang mulai mencari makanan di reruntuhan rumah. Rabu (3/12), Sahal kemudian memutuskan berjalan kaki untuk pulang ke Aceh Besar. Di perjalanan, ia ada kalanya ia juga harus berenang di tempat-tempat yang masih tergenang banjir, dan di saat lain beruntung mendapat tumpangan truk.
Sahal yang kini telah berkumpul lagi dengan keluarganya berharap agar lebih banyak bantuan masuk ke Aceh Tamiang. "Saya dengan hati yang paling dalam memohon dengan sebesar-besarnya, bantulah mereka, kerahkan semuanya,” pintanya. (M-1)

15 hours ago
1























:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5355540/original/097533400_1758342203-G0_TgSNW8AADM8o.jpeg)


:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5379757/original/042945100_1760361661-1.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5366183/original/028563300_1759219654-Xiaomi_17_Pro_dan_17_Pro_Max.jpg)




:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5376794/original/076134300_1760056024-2.jpg)


:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5375609/original/083197200_1759973431-WhatsApp_Image_2025-10-08_at_18.16.54.jpeg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/1989251/original/088669100_1520911734-Manchester-United-Sevilla4.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5354573/original/075950200_1758257804-20250917_142736.jpg)